Sabtu, 18 April 2009

Kenapa Takut Menikah? (Bagian I)


Pernikahan merupakan perkara fitrah, tiang kehidupan yang bahagia, padanya terdapat ketenangan dan kehidupan yang aman dari hal-hal yang ditakuti.
Dengan pernikahan, Alloh subhanahuwata’ala menjadikan wanita sebagai tempat istirahat bagi pria setelah letih dari bekerja berat dan Dia menjadikan di antara mereka kasih sayang, cinta dan kelembutan. Di sisi lain, ada permasalahan perawan tua atau mengakhirkan pernikahan hingga usia tua. Apa yang melatarbelakanginya? Dan apa solusi bagi mereka?
Buku ini disertai pengakuan para wanita yang mengalami kenyataan ini yang berakhir dengan penyesalan...
Simak dan renungkanlah...
Semoga bermanfaat...

Diambil dari buku: Kenapa Takut Nikah? (Nasehat bagi wanita yang telat nikah)
Karya Asy-Syaikh Salim Al-Ajmi Al-Kuwaity
Penerbit Maktabah Al-Ghuroba’

IDEALISME MIMPI
Yang kita maksud idealisme mimpi adalah tidak adanya sikap merasa cukup dengan perkara-perkara yang penting dan darurat, tidak adanya sikap menyesuaikan dengan realita kehidupan yang ada. Maka anda akan mendapati sebagian wanita menggariskan garis tertentu yang dia tidak ingin dilewati bagaimanapun keadaannya. Dia meletakkan syarat-syarat khusus yang terlintas di benaknya, sifat-sifat tertentu untuk suami yang dia impikan, dan dia tidak mau untuk mengalah sedikit saja darinya. Jadi dia ingin pada pria yang datang untuk menginginkan menikah dengannya terdapat semua sifat kesempurnaan yang baik menurut timbangannya.

Perkara ini berbeda antara satu wanita dengan yang lainnya. Sebagian mereka memimpikan jabatan yang empuk, popularitas dan kedudukan yang tinggi di tengah-tengah masyarakat. Sebagian yang lain mensyaratkan wawasan yang tinggi, sebagian mensyaratkan keelokan paras atau yang lainnya. Dari syarat-syarat yang tidak ada habisnya, padahal sebagian mereka ada yang sama sekali tidak memiliki sifat-sifat yang mereka syaratkan itu.

Diantara perkara yang menambah buruk permasalahan ini adalah jika wanita ini dari orang-orang yang memiliki kelebihan-kelebihan di atas. Karena permasalahannya akan menyeret dia untuk tidak menerima pria yang lebih rendah tingkatannya dari dia, bahkan bisa jadi sebagian mereka dimasuki persangkaan bahwa selama dia tetap meraih kedudukan yang tinggi maka dia bebas memilih pria yang pantas untuk bisa meraih kesuksesan kapan saja dia menghendaki, maka diapun terus menolak pria demi pria dan menyangka bahwa jumlah yang melamarnya akan terus bertambah, sehingga dia terus pada sikapnya karena berharap akan datang pria yang dia inginkan atau apa yang disebut oleh sebagian mereka sebagai pangeran impian. Dan wanita yang perlu dikasihani ini tidak mengetahui bisa jadi pangeran impian itu terjatuh dari kudanya sehingga wanita ini terbangun dari tidurnya yang nyenyak dan sadar dari mimpinya yang panjang lalu dia melihat dunia nyata, kemudian mendapati bahwa kereta umur telah berlalu, sementara dia masih tetap berada di stasiun yang telah sunyi mengharap uang pembelian karcisnya dikembalikan dan dia dihantui oleh berbagai macam ketakutan di hari esok yang tidak diketahui nasibnya.

Seorang wanita berinisial SL menceritakan tentang dirinya: “Orang-orang mengatakan bahwa saya adalah wanita yang jenius, sejak masa kecilku para ustadzku telah mendapati kelebihanku, dan dengan seriusnya mereka menjagaku, keluargaku pun berbuat seperti mereka, kata-kata pujian dan sanjungan membuatku senang hingga membuatku ingin selalu dipuji. Dan dengan berlalunya waktu maka kata-kata itu sendiri justru menjadi cemeti yang melecutku dan mendorongku untuk mengerahkan kesungguhan yang lebih agar saya bisa mendapatkan kedudukan yang tidak bisa diraih kecuali sedikit manusia. Dan ketika akhirnya saya telah mencapai puncak cita-cita dan datanglah waktu untuk merealisasikan impian untuk menikah maka saya tidak bisa menerima kecuali seorang pria yang berada di puncak seperti diri saya. Seorang yang cerdas, sukses dan jenius seperti saya. Karena tidak mungkin bagi saya untuk mengakui suami yang derajat dan kesuksesannya di bawah saya. Jadi menurut saya kejadian tragis akan terjadi dalam keadaan seperti itu sehingga saya berusaha mencari pria yang bisa menanggung semua tanggung jawab sehingga hal itu menyebabkan saya lupa kepada kewanitaanku dan itu yang lebih buruk atau saya tinggalkan kesuksesan dan puncak keberhasilan saya agar saya bisa menjadi isteri seorang pria yang dia tidak memiliki derajat seperti saya. Dan ketika itulah terjadi kegagalan saya secara bersamaan dan itu adalah perkara yang paling buruk. Usia saya telah lewat tiga puluh tahun beberapa bulan, kegelisahan mulai menyusup ke dalam hati saya, tidak ada seorang pria pun yang kembali mengetuk pintu saya untuk menikah. Saya introspeksi diri dan saya kembali mengingat-ingat nama-nama pria yang dulu ingin menikahiku, ternyata saya tahu bahwa kebanyakan dari mereka telah mendapatkan isteri yang lebih baik dari diri saya. Saya menyesal...dan saya telah membuang pemikiran untuk mendapat suami yang memiliki kesempurnaan, tetapi saya masih terus menunggu ketukan di pintu rumahku.”

Ini adalah salah satu dari ribuan wanita yang menjadi korban yang mereka telah tertipu oleh diri mereka sendiri dengan idealisme impian ini. Kemarin para pelamar berdesak-desakan di depan pintu rumahnya, tetapi hari ini hanya ada palu yang dia dengar, dia menunggu mudah-mudahan ada pria yang melamar yang akan mengetuk pintu rumahnya yang telah lama tidak bersuara. Walaupun pria yang akan datang itu tidak memiliki sifat-sifat pangeran impian. Mudah-mudahan dia bisa menyelamatkannya dari ketakutan dan kesedihan yang memenuhi lubuk hatinya yang paling dalam.
Jadi wanita ini walaupun dia telah masuk usia yang sulit tetapi dia akhirnya menyadari atas berlalunya usia dia dan memikirkan masa depannnya sehingga dia ingin berusaha memperbaiki apa yang masih tersisa.
Tetapi musibah adalah yang menimpa wanita yang diselimuti oleh kelalaian akalnya dan kedua matanya sehingga dia tidak bisa lagi memikirkan dan melihat serta tidak mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah berlalu, dan berikut ini contoh-contoh bagi wanita semacam ini.

Seorang wanita berinisial SM berkata: “walaupun usiaku mendekati empat puluh tahun tetapi saya tetap menginginkan agar suami kelak adalah seorang yang memiliki kemuliaan, kemampuan materinya di atas pertengahan dan dia memiliki gelar yang tinggi. Tetapi sebenarnya saya setelah umur ini ketika saudara-saudara perempuanku mengunjungiku bersama para suami dan anak-anak mereka saya merasakan kesedihan yang sangat dasyat dan saya sangat ingin seperti mereka, saya bisa mengunjungi keluargaku dan bisa bepergian bersama suami dan anak-anakku.”
LM berkata: “ Sekarang saya menginjak usia tiga puluh tahun dalam keadaan kesempatanku untuk menikah sangat sedikit, tetapi saya tidak mau mengalah dari syaratku agar suami yang ingin menikahiku nanti adalah seorang yang kaya. Ini dalah perkara yang paling penting karena terbiasa hidup dengan materi yang cukup, dan yang lebih utama adalah dengan saya bisa hidup dengan keadaan yang lebih baik lagi dari keadaan saya sekarang. Tetapi kenyataannya saya tidak mampu menyembunyikan bahwa saya sangat sensitif dari sisi masalah ini dan saya sangat berangan-angan untuk bisa menikah hari ini sebelum datang esok hari. Dan setiap kali saya menyaksikan saudara-saudara perempuanku dan para suami mereka maka saya semakin menyesal.”
Salah seorang dari mereka berkata: “ Karena saya adalah wanita yang beruntung maka pemberian Allah kepadaku tidaklah berhenti sebatas ini, tetapi Dia menumbuhkan saya di tengah-tengah keluarga yang kaya dan bangsawan, dan Dia menambahiku dengan akal yang cerdas, akal yang menjadikanku mampu menyelesaikan studiku di kuliah kedokteran dengan cepat. Dan selama seperti ini keadaanku, maka saya berhak untuk memilih suami yang pantas, orang yang memiliki keutamaan yang dia akan sukses dengan semua ini, kesatria, tinggi dibandingkan orang-orang lain yang ingin menikah, semakin hari semakin bertambah tinggi yang akan memuaskan duniaku. Dan telah membuatku takut ketika ibuku sering mengulang perkataannya yang merupakan peribahasa “Barangsiapa yang banyak pelamarnya maka dia akan gagal.” Tetapi saya tidak mau mengalah dan saya tidak perduli dengan bergugurnya hari-hari di sekitarku, serta usiaku yang telah melewati batas yang diperbolehkan. Maka mudah-mudahan saya akan mendapat kesatria yang lain yaitu pangeran impianku yang wajahnya bermain-main di dalam angan-anganku dan yang dia berhak mendapatkan diriku.”

Kita katakan kepada wanita ini dan kepada siapa saja yang semisal dengannya: “Sungguh bisa jadi engkau memang akan mendapatkan pria yang kau inginkan.” Atau keadaan dia hanya seperti para wanita sebelum dia dari mereka yang telah tua umurnya dan telah hancur angan-angannnya di atas kerasnya batu kehidupan karena disebabkan idealisme mimpi dan karena mencari pangeran impian.